undefined
undefined
Carcinoma Cerviks
A.
Definisi Kanker Serviks
Kanker
serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah
skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis
servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau
leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau
vagina.
B. Epidemiologi
Diseluruh
dunia setiap tahun terdapat sekitar 500.000 kasus baru, atau 5,0 % dari seluruh
kasus baru atau 5,0% dari seluruh kasus baru tumor ganas. Di China, setiap
tahun terdapat 131.500 kasus baru, insiden pada kelompok usia muda cenderung
meningkat. Insiden kanker serviks invasif di berbagai negara bervariasi sangat
besar.
Wabita
segala usia dapat terkena karsinoma serviks uteri, tapi jarang ditemukan pada
usia sebelum 20 tahun. Pertumbuhan 30-60 tahun relatif cepat, 40-60 tahun
insiden tertinggi. Dalam 10 tahun terakhir, insiden karsinoma serviks pada usia
25-34 tahun meningkat 77%. Di negara berkembang insiden karsinoma serviks
tinggi, dari kasus baru setiap tahun 80% terdapat di negara berkembang. Di
China Karsinoma serviks kebanyakan terjadi di daerah perifer dengan kondisi
ekonomi kurang baik dan pedesaan, sedangkan di kota besar dengan kondisi
ekonomi lebih baik insidennya lebih rendah.
C. Etiologi
·
Faktor
Resiko Perilaku
Sebagian besar pasien kanker serviks uteri adalah wanita
sudah menikah. Kehidupan seksual yang terlalu dini dan mitra seksual terlalu
banyak berkaitan erat dengan kanker serviks uteri. Semakin banyak mitra
seksual, resiko relatif kejadian kanker serviks semakin meningkat. Acharki,
dkk. (1997) melaporkan sebelum usia 20 tahun memiliki 10 orang lebih mitra
seksual memiliki resiko karsinoma serviks lebih tinggi 5-6 kali lipat
dibandingkan sebelum usia 20 tahun tanpa mitra seksual. Selain itu, kanker
serviks uteri juga berkaitan erat dengan jumlah partus.
·
Faktor
Biologis
Berbagai patogen berkaitan erat dengan kanker serviks uteri,
terutama adalah virus papiloma humanus (HPV), virus Herpes Simpleks tipe II
(HSV II), sitomegali virus humanus (HCMV),
Klamidia dan virus EB.
Hubungan antara HPV dan kanker serviks telah banyak diteliti.
HPV tergolong virus epiteliotropik, terbagi menjadi HPV kutis dan HPV genital
sekitar 20 jenis berkaitan dengan tumor organ genital, terbagi menjadi HPV
resiko rendah seperti HPV6, 11, 42, 43,44 dll. Serta HPV resiko tinggi
berkaitan erat dengan karsinoma serviks dan neoplasia intraepitel serviks uteri
(CIN II/III).
Infeksi HPV merupakan penyakit ditularkan lewat hubungan
kelamin, umumnya asimptomatik, puncak infeksi pada usia 18-28 tahun, umumnya
lenyap sekitar 8-10 tahun pasca infeksi 10-15% wanita usia 35 tahun ke atas
karena terinfeksi sehingga resiko terkena karsinoma serviks meningkat. Berbagai
studi epidemiologis menunjukkan infeksi HPVdan karsinoma serviks memiliki
kaitan yang sangat jelas 99,7 % pasien karsinoma serviks memiliki HPV positif ,
97 % CIN II/III positif, 61,4 % CIN I positif.
·
Faktor
lainnnya
Karsinoma Serviks selain bergantung dengan HPV juga
dapat dipicu oleh faktor hospes dan lingkungannya. Faktor hospes yang terpenting
adalah imunitasnya. Faktor sinergis lingkungan seperti debris prepusium,
vaginoservitis kronis, merokok, konsumsi kontrasepsi oral, dan lainnya
memfasilitasi terjadinya karsinoma serviks uteri.
D. Patologi
Karsinoma
serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel, berubah
menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau
lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui
beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu
dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum, proses perubahan menjadi
kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali
tersebut adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan
tumor supresor gen mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis, dimana
onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor supresor
gen akan menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam
pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan
intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif
akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 -35%.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang)
mempunyai angka regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia
menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu
yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM
FKUI, 1992). Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini
dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut
menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan
adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka,
pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi
dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat
menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel
permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko
lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal
sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo, 1998; Debbie, 1998). Berbagai jenis
protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan pendukung siklus
hidup alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7
yang merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV
pada fase laten bersifat epigenetic.
Pada infeksi
fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus ekspresi
terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan
virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping
itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan
terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan
E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari ± 50.000 virion per
sel dapat mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel
penjamu untuk kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000).
Ekspresi E1 dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi
onkoprotein E6 dan E7. Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks
terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai supresor tumor diduga paling banyak
berperan. Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell cycle dan guardian
of genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53-E6 atau mutasi p53.
Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type adalah
labil dan hanya bertahan 20-30 menit.
Apabila terjadi
degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa kontrol oleh
p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator prognosis
molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan
terapi kanker serviks (Kaufman et al, 2000). Dengan demikian dapatlah
diasumsikan bahwa pada kanker serviks terinfeksi HPV
terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan
lain, terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya
p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker
serviks. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh
getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator,
iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor
menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara
hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening
mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Prayetni,
1997).
Klasifikasi stadium kanker
serviks
Penentuan tahapan
klinis penting dalam memperkirakan penyebaran penyakit, membantu prognosis
rencana tindakan, dan memberikan arti perbandingan dari metode terapi. Tahapan
stadium klinis yang dipakai sekarang ialah pembagian yang ditentukan oleh The
International Federation Of Gynecologi And Obstetric (FIGO) tahun 1976.
Pembagian ini didasarkan atas pemeriksaan klinik, radiologi, suktase
endoserviks dan biopsi. Tahapan –tahapan tersebut yaitu :
a.
Karsinoma pre invasif
b. Karsinoma in-situ, karsinoma intraepitel
c. Kasinoma invasive
Tabel 2.1. Stadium
kanker serviks menurut klasifikasi FIGO (Wiknyosastro (1997)
E. Gejala
Klinik
Menurut
Dalimartha (2004), gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai
dengan Fluor albus (keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah
yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan
nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif.
Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan
kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%). Pada tahap awal,
terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul
gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan
penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post
koitus serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini
yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid.
Nyeri
dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah lumbal. Pada
tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi, sekret
dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi vagina serta mukosa
vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan nyeri makin
progresif. Menurut Baird (1991) tidak ada tanda-tanda khusus yang terjadi pada
klien kanker serviks. Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam (vaginal
toussea) merupakan gejala yang sering terjadi. Karakteristik darah yang keluar
berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair sampai menggumpal. Gejala
lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan gagal
ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan rektum dapat terjadi
karena penyebaran sel kanker yang juga merupakan
gejala penyakit lanjut. Pada pemeriksaan Pap Smear ditemukannya sel-sel
abnormal di bagian bawah serviks yang dapat dideteksi melalui, atau yang
baru-baru ini disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat.
Sering kali kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sudah
berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala seperti
pendarahan serta keputihan pada vagina yang tidak normal, sakit saat buang air
kecil dan rasa sakit saat berhubungan seksual (Wiknjosastro, 1997).
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
1. Pap smear.
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus
kanker serviks secara akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
Akibatnya angka kematian akibat kanker servikspun menurun sampai lebih dari
50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai
18 tahun, sebaiknya menjalani Pap smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika
selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa
dilakukan 1 kali/2-3tahun.
Hasil
pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:
·
Normal.
·
Displasia ringan (perubahan
dini yang belum bersifat ganas).
·
Displasia berat (perubahan
lanjut yang belum bersifat ganas).
·
Karsinoma in situ (kanker yang terbatas
pada lapisan serviks paling luar).
·
Kanker invasif (kanker telah menyebar ke
lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).
2. Biopsi.
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau
luka pada serviks, atau jika Pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau
kanker.
3. Kolposkopi. Kolposkopi adalah
suatu prosedur pemeriksaan vagina dan leher rahims oleh seorang dokter yang
berpengalaman dalam bidang tersebut. Dengan memeriksa permukaan leher rahims,
dokter akan menentukan penyebab abnormalitas dari sel-sel leher rahims seperti
yang dinyatakan dalam pemeriksaan 'Pap Smear'. Cara pemeriksaan kolposkopi
adalah sebagai berikut: dokter akan memasukkan suatu cairan kedalam vagina dan
memberi warna saluran leher rahims dengan suatu cairan yang membuat permukaan
leher rahims yang mengandung sel-sel yang abnormal terwarnai.. Kemudian dokter
akan melihat kedalam saluran leher rahims melalui sebuah alat yang disebut
kolposkop. Kolposkop adalah suatu alat semacam mikroskop binocular yang
mempergunakan sinar yang kuat dengan pembesaran yang tinggi. Jika area yang
abnormal sudah terlokalisasi, dokter akan mengambil sampel pada jaringan
tersebut (melakukan biopsi) untuk kemudian dikirim ke lab guna pemeriksaan yang
mendetail dan akurat. Pengobatan akan sangat tergantung sekali pada hasil
pemeriksaan kolposkopi anda.
4. Tes Schiller. Serviks diolesi
dengan lauran yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat,
sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
Untuk
membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa pemeriksan berikut:
·
Sistoskopi.
·
Rontgen dada.
·
Urografi intravena.
·
Sigmoidoskopi.
·
Skening tulang dan hati.
·
Barium enema.
G. Pencegahan
Sebagian
besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan menghindari faktor-
faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha, 2004) :
1. Menghindari
berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda, pernikahan pada
usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita yang berhubungan seksual
dibawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan beresiko tinggi terkena
infeksi. Namun hal ini tak menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang
telah setia pada satu pasangan saja.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah
mempunyai anak perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau
menurut petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi
dini kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit dengan
biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat. Disarankan untuk
melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun atau setelah aktif berhubungan seksual
dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Bila dua kali tes Pap berturut-turut
menghasilkan negatif, maka tes Pap dapat dilakukan sekali setahun. Jika
menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada teknik pemeriksaan terbaru untuk
deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan teknologi Hybrid Capture II
System (HCII). 3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma
dan kondom, karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.
1.
Memperbanyak makan sayur dan buah segar.
Faktor nutrisi juga dapat mengatasi masalah kanker mulut rahim. Penelitian
mendapatkan hubungan yang terbalik antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua
dan kuning (banyak mengandung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan
vitamin E) dengan kejadian neoplasia intra epithelial juga kanker serviks.
Artinya semakin banyak makan sayuran berwarna hijau tua dan kuning, maka akan
semakin kecil risiko untuk kena penyakit kanker mulut rahim 5. Pada pertengahan
tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang
menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan
tubuh dan menangkap virus sebelum memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi
dari penyakit kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi
perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin.Yang
perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif apabila diberikan pada
perempuan yang berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara seksual.
Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi,
risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga 75%.
H. Terapi
1. Pembedahan
Pada
karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),
seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun
melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan
pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa
kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear
setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika
penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif
maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan
penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan.
Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan
penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur
pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga
pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari
penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi
radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan
parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV
sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan
tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif
ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau
bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan
sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika
urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan
diberikan pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke
rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara
selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker
invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan
sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar
berasal dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah
sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5
hari/minggu selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu
zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam
serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat
di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan
kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi (Gale & Charette,
2000).
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan
pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi
digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya.
Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat
didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan
atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan
mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut
pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk
mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin
sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan
sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi
secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan
agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat
yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem
ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain (Prayetni, 1997).
I. Prognosis
kanker serviks
Prognosis
kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut dihubungkan dengan
85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium lanjut,
bahkan stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000). Selama ini, beberapa
cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan klinis dan
histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel,
derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium
penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira -
kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30% (Geene,1998; Kenneth, 2000).
1. Stadium 0 100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium
1 Kanker serviks stadium I sering dibagi
menjadi IA dan IB. Dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki
5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival
rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada
limfonodi mereka.
3. Stadium 2 Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B.
Dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years
survival rate sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar
60 sampai 65%.
4. Stadium 3 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya
sebesar 30-50%.
5.
Stadium
4 Pada stadium ini 5-years
survival rate-nya sebesar 20-30%. 6. Stadium
5 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.
J.
Refferensi
·
Wan Desen (Sun Yatsen University of Medical
Sciences, Cancer Center, Guangzhou, China. Buku
Ajar Onkologi Klinis Ed. 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2011.
Pdf,
Universitas Sumatera Utara
1 comments:
Casino Promo Code & Coupons - MJHub
Join the best of 여수 출장마사지 the 목포 출장마사지 best in online gambling with the 의왕 출장마사지 no deposit 김해 출장샵 bonus code MPROMO. This no deposit casino coupon code is for 진주 출장샵 all new
Post a Comment