Monday, March 5, 2012

undefined
undefined

GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)


Definisi : Suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, pharinx, laring, dan saluran nafas.

Epidemiologi :
Gastroesophageal Refluks Disease, ditemukan pada populasi di negara – negara Barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di negara – negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn dan/ atau regurgitasi) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi esophagitis di Amerika serikat mendekati 7 %, sedangkan di negara-negara non-western prevalensinya lebih rendah (1,5 % China, dan 2,7 % Korea).
Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esophagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia (Syafruddin 1998).
Etiologi :
·         Sphinter esophagus yang lemah
·         Peningkatan tekanan intrabdomen, seperti pada kehamilan atau obesitas
·         Hernia hiatus
·   Obat-obatan seperti morfin, diazepam, penyekat saluran kalsium, meperidin, dan obat-obat anti kolinergik
·     Makanan, alkohol, atau rokok yang menurunkan tekanan sphinter esophagus bagian bawah
·         Intubasi nasogastrik yang lebih dari empat hari
Patogenesis
Ada 4 faktor yang memegang peranan penting untuk terjadinya GERD dan Esophagitis Refluks
1.       Rintangan anti-refluks (Anti- Reflux Barrier)
Dewasa ini LES (low esophageal Sphinter) terbukti memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya refluks. Tekanan LES yang lebih kecil dari 6 mmHg (LES Hipotonik) hampir selalu disertai refluks yang cuklup berarti. Namun harus diingat bahwa refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang normal. Ini yang dinamakan “Inapproriate”, atau “Transient Sphinter Relaxation”, yaitu pengendoran sfinter yang terjadi di luarproses menelan.
Faktor hormonal (Cholecystokinin, secretin) dapat menurunkan tekanan LES seperti yang terjadi setelah makan hidangan berlemak. Pada kehamilan dan pada penderita yang menggunakan pil KB yang mengandung progesteron/estrogen, tekanan LES juga dapat turun. Begitu pula cokelat dan beberapa jenis obat yang mempengaruhi tekanan LES dan secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya GERD.

2.       Isi lambung dan pengosongannya.
GERD lebih sering terjadi sewaktu habis makan daripada keadaan puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang lamban akan menambah kemungkinan refluks terjadi.

3.       Daya perusak bahan refluks
Asam pepsin dan asam empedu/lyosoletin yang ada dalam bahan refluks mempunyai daya perusak terhadap mukosa esophagus

4.       Proses membersihkan esophagus (Esophageal Clearing)
Bahan refluks dialirkan kembali ke lambung oleh karena kontraksi peristaltik esophagus dan pengaruh gaya gravitasi. Proses membersihkan esophagus dari asam (esophageal acid clearance) ini sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltik esophagus primer yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esophagus, kemudian saliva yang dibentuk sebanyak 0,5 ml/menit menetralkan asam yang masih tersisa.
Manifestasi Klinik

·       Rasa nyeri seperti terbakar di daerah epigastrium, yang bisa menjalar ke lengan & dada, rasa nyeri itu terjadi karena aliran balik atau refluks isi lambung ke dalam esopagus.
·    Rasa nyeri yang biasanya terjadi sesudah makan atau pada waktu berbaring. Rasa nyeri ini terjadi sekunder karena peningkatan tekanan abdomen yang menyebabkan refluks
·   Rasa ada penumpukan cairan dalam tenggorokan yang tidak disertai rasa asam atau pahit akibat hipersekresi saliva.
Perangkat Diagnostik
1.       Radiologi
Pada pemeriksaan ini diberikan kontras media barium. Bila ditemukan refluks barium dari lambung kembali ke esophagus maka dapat dinyatakan adanya GERD. Secara radiologi dapat dilihat  kelainan striktura esophagus, karsinoma esophagus.
2.       Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi untuk menentukan ada tidaknya kelainan di esophagus, misalnya esophagitis, tukak esophagus, akhalasia, striktura, tumor esophagus, varises di esophagus dll
3.       Tes Provokatif
a.   Tes perfusi asam dari Barnstein untuk evaluasi kepekaan mukosa terhadap asam. Digunakn HCl 0,1 bila setelah ditetesi penderita mengalami nyeri seperti biasa dialami maka tes ini dikatakan positif. Kepekaan tes ini 80-90%
b.      Tes Farmakologik
Dengan menggunakan obat Edrophonium yang disuntikkan IV dengan dosis 80 Hgv/kgBB untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dengan manometri.

Pengukuran pH dari esophagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya GERD, pH di bawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap sebagai diagnostik untuk GERD.
Gold Standar :
Cara lain untuk memastikan GERD adalah dengan cara menggunakan alat yang mencatat secara terus-menerus selama 24 jam pH intara-esophagus dan tekanan manometri esophagus. Selama rekaman penderita dapat memberikan tanda serangan nyeri dada yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH esophagus/gangguan motorik esophagus.

Terapi
Ada 3 macam pengobatan /pengelolaan penderita dengan RGE, yaitu :
-          Konservatif
-          Terapi medika mentosa
-          Terapi pembedahan
Tujuan pengobatan/pengelolaan tersebut di atas adalah untuk mengurangi/menghilangkan terjadinya refluks, menetralisisr bahan refluks, memperbaiki tekanan SED dan mempercepat pembersihan esofagus.
1.         Pengelolaan konservatif
Pengelolaan konservatif ini lebih dititik beratkan memperbaiki perilaku penderita, di antaranya :
-            Setelah makan jangan cepat berbaring
-            Hindari mengangkat barang berat
-            Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang
-            Penderita yang gemuk perlu diturunkan berat badannya
-            Biasakan tidur dengan lambung terisi penuh
-            Tempat tidur di bagian kepala ditinggikan
-            Sebelum tidur jangan makan terlalu kenyang
-            Hindari makanan berlemak
-   Kurangi atau hentikan minum kopi, alkohol, coklat, dan makanan yang banyak mengandung rempah-rempah
-            Jangan merokok
-            Jangan menggunakan obat yang menurunkan tekanan di SED.
Sebagian besar penderita dengan keluhan RGE tanpa adanya kelainan di esofagus akan membaik dengan  mengubah cara hidup sebagaimana tercantum di atas.
2.         Terapi medikamentosa 
Untuk mengobati penderita dengan keluhan RGE perlu diperhatikan beberap faktor patogenik di antaranya :
a.       Meningkatkan penghalang (barier) anti-refluks
-    Mengatur diit (hindari makanan berlemak, pantang kopi, alkohol, cokelat, makanan yang banyak rempah)
-       Berhenti merokok
-       Obat Prokinetik (betanichol, metaclopramis, domperidon, cisapride)
-       Antasida
-       Asam alginik
b.      Meningkatkan pengosongan/pembersihan (Clearance) esophagus
          -        Meninggikan posisi kepala waktu tidur
          -        Betanechol
          -        Cisapride
c.       Meningkatkan pengosongan lambung
- Obat prokinetik (Betanechol, metoclopramid, domperidon, cisapride)

d.      Mengurangi asam lambung
- Antasida
- Histamin H2 antagonist
- Omeprazol

Berdasarkan beberapa faktor patogenesis, maka dapat dikelompokkan obat tersebut di atas dalam  :
- Obat Prokinetik
- Obat anti-sekretorik
- Antasida
- Obat Sitoprotektif
Komplikasi
·         Esophagitis Refluks
·         Striktur Esophagus
·         Ulserasi esophagus
·         Peny. Paru kronis akibat aspirasi isi lambung ke dalam tenggorokan
               

Refferensi
·         Buku Ajar Patofisologi (Kowalak-Welsh-Mayer, edisi Cetakan 2011)
·         Gastroenterologi (Sujono Hadi, cetakan 2002)
·         MedicineNet
·          

0 comments:

Post a Comment