Thursday, March 8, 2012

undefined
undefined
Bahan I :
  • 400 ml susu cair
  • 1 bungkus agar-agar bubuk
  • 15 gr cokelat bubuk
  • 50 gr gula pasir
  • 3 putih telur
  • 1/8 sendok teh garam
  • 50 gr gula pasir
  • 15 keping biskuit cokelat tanpa krim
Bahan II :
  • 800 ml susu cair
  • 1 bungkus agar-agar bubuk
  • 20 gr cokelat bubuk
  • 125 gr gula pasir
  • 1/4 sendok teh garam
  • 100 gr cokelat masak pekat (dipotong-potong)
  • 1 kuning telur
Cara membuat :
  1. Bahan I : Rebus susu cair, agar-agar bubuk, cokelat bubuk, dan gula pasir sambil diaduk sampai mendidih. Biarkan hangat
  2. kocok putih telur dan garam sampai setengah mengembang. Tambahkan gula pasir sedikit-sedikit sambil dikocok mengembang
  3. Masukkan rebusan susu sedikit-sedikit sambil di kocok perlahan.
  4. Tuang di loyang bulat diameter 22 cm tinggi 7 cm. Biarkan setengah beku.
  5. Tata biskuit cokelat di sisi luarnya sedikit menumpuk. Sisihkan 
  6. Bahan II : rebus susu cair, agar-agar bubuk, cokelat bubuk, gula pasir, dan garam sambil diaduk sampai mendidih. Matikan api. Masukkan cokelat masak pekat. Aduk rata sampai cokelat larut.
  7. Ambil sedikit rebusan susu. Masukkan ke dalam kuning telur. Aduk rata
  8. Tuang lagi ke rebusan susu. Nyalakan api. Masak sambil diaduk sampai mendidih.
  9. Tuang perlahan di atas biskuit. Bekukan
Tips : Tuang lapisan kedua di atas biskuit sedikit demi sedikit agar biskuitnya tidak mengapung.
(untuk 16. potong)

Tuesday, March 6, 2012

undefined
undefined
Definisi :
Syndrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak nafas yang fatik (saat istirahat/saat aktifitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. gagal jantung disebabkan akibat disfungsi diastolik dan sistolik.
Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung diastolik sering terjadi akibat hipertensi yang lama atau kronis. ketika ventrikel harus memompa secara berkelanjutan melawan kelebihan beban yang sangat tinggi(peningkatan resistensi), sel otot hipertrofi dan menjadi kaku. kekauan sel otot menyebabkan penurunan daya regang ventrikel, sehingga menurunkan pengisian ventrikel, kelainan relaksasi diastolik, dan penurunan volume sekuncup. 
Volume Diastolik-akhir pada ventrikel kiri dan tekanan diastolik-akhir ventrikel mengalami peningkatan dan memantul ke sirkulasi paru, menyebabkan hipertensi paru. Karena volume sekuncup dan akibatnya tekanan darah menurun, refleks baroreseptor teraktifasi.
Disfungsi Sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada ventrikel biasanya berasal dari infark myokard. kerusakan otot sehingga tidak mampu berkontraksi secara penuh, dan sekali lagi volume sekuncup turun. Penurunan volume sekuncup menyebabkan penurunan tekanan darah, yang segera diikuti dengan insiasi respon refleks menyesuaikan untuk mengembalikan ke kondisi sebelumnya. karena ventrikel yang rusak tidak mampu mengembalikan volume sekuncup, refleks tetap berlanjut . Terutama, stimulasi simpatis reseptor B1 jantung menjadi kronis. penelitian menyatakan bahwa pengaktifan respon simpatis yang kronis pada akhirnya menurunkan kadar kalsium di dalam, dan pelepasan kalsium dari reticulum sarcoplasmic sel-sel myokard. penurunan kalsium otot jantung menyebabkan eksitasi-kontraksi ganda, akibatnya produksi kekuatan otot jantung menghilang, disritmia, dan akhirnya terjadi disfungsi kontraktil serta perubahan bentuk sel otot jantung.

Penyebab Gagal Jantung 
Gagal jantung dapat disebabkan dari penyebab selain jantung seperti hipertensi sistemik atau paru kronis atau yang lebih jarang terjadi gangguan seperti gagal ginjal atau intoksikasi air, yang meningkatkan volume plasma samapi pada derajat tertentu sehingga volume diastolik-akhir menegangkan serabut ventrikel melebihi panjang optimumnya.
Penyebab gagal jantung antara lain infark miokard, miopati jantung, defek katup jantung, dan malformasi kongenital. 

Perkembangan Gagal Jantung 
Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai contoh, hipertensi sistemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama, akan menyebabkan ventrikel kanan mengalami hipertrofi dan melemah. Letak suatu infark miokard akan menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung. 
karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke atrium, dan kemudian ke sirkulasi paru, ventrikel kanan, dan atrium kanan, dapat menjelaskan bahwa gagal jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada kenyataannya, penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri. Karena tidak dapat dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, darah mulai terkumpul di sistem vena perifer. hasil akhirnya adalah volume darah dalam sirkulasi semakin berkurang dan tekanan darah menurun serta perburukan siklus gagal jantung.

Gambaran Klinik
Gambaran klinis gagal jantung sering dipisahkan menjadi efek kedepan (forward) atau efek ke belakang (backward), dengan sisi kanan atau kiri jantung sebagai titik awal serangan. efek kedepan dianggap "Hilir" dari miokardium yang melemah. efek ke belakang dianggap "hulu" dari miokardium yang melemah
Efek ke depan gagal jantung kiri :
  • penurunan tekanan darah sistemik
  • kelelahan 
  • peningkatan kecepatan denyut jantung
  • penurunan pengeluaran urin
  • ekspansi volume plasma
Efek ke belakang gagal jantung kiri:
  • peningkatan kongesti paru, terutama sewaktu berbaring
  • dispnue
  • apabila keadaan memburuk, terjadi gagal jantung kanan 
Efek ke depan gagal jantung kanan:
  • penurunan aliran darah paru 
  • penurunan oksigenasi darah 
  • kelelahan
  • penurunan tekanan darah sistemik (akibat penurunan pengisian jantung kiri), dan semua tanda gagal jantung kiri 
Efek ke belakang gagal jantung kanan :
  • peningakatan penimbunan darah dalam vena, edema pergelangan kaki dan tungkai
  • distensi vena jugularis
  • Hepatomegali 
  • splenomegali
Perangkat Diagnostik 
  • Dapat terdengar bunyi jantung ketiga 
  • Identifikasi radiologis adanya kongesti paru dan pembesaran ventrikel dapat mengindikasikan gagal jantung
  • Identifikasi pembesaran ventrikel dengan MRI atau USG dapat mengidentifikasi adanya gagal jantung
  • Pengukuran tekanan diastolik akhir ventrikel dengan sebuah kateter yang dimasukkan ke dalam arteri pulmonalis (mencerminkan tekanan ventrikel kiri) atau ke dalam vena cava (mencerminkan tekanan ventrikel kanan) dapat mendiagnosis gagal jantung. Tekanan ventrikel kiri biasanya mencerminkan volume ventrikel kiri
  • Echocardiography dapat memperlihatkan dilatasi abnormal ruang jantung dan kelainan kontraktilitas
  • pengukuran BNP serum (dan sedikit meluas, ANP) memberi informasi keparahan dan perkembangan penyakit. Kadar normal bervariasi sesuai usia (nilai dasar meningkat sesuai usia) dan jenis kelamin (meningkat pada wanita dari pada pria), sehingga usia dan jenis kelamin pasien harus dipertimbangkan saat mengevaluasi hasil pengukuran.
Penatalaksanaan
  • Panduan praktik terbaik yang dikeluarkan oleh American heart Association telah mengidentifikasi penggunaan penyekat beta dan penghambat enzim pengubah angiotensin (Ace-Inhibitor) sebagai terapi yang paling efektif untuk gagal jantung kecuali ada kontraindikasi khusus. Ace-inhibitor menurunkan afterload (TPR) dan volume plasma (preload). Penyekat reseptor angiotensin dapat digunakan sebagai ace-inhibitor. 
  • Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik vena dan peregangan serabut otot jantung berkurang 
  • Terapi oksigen mungkin digunakan untuk mengurangi kebutuhan jantung
  • Nitrat mungkin diberikan untuk mengurangi afterload dan preload 
  • Uji coba Nitric Oxide Boosting Drug (BiDil) untuk beberapa pasien poenderita gagal jantung, terutama Afro-Amerika, menunjukkan bahwa obat ini memperbaiki kualitas hidup pasien dan angka keselamatan hidup yang lebih lama.
  • Penyekat Aldosteron (Epleronon) telah terbukti mengobati gagal jantung kongestif setelah serangan jantung. 
  • Digoxin (Digitalis) diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas. Digoxin bekerja secara langsung pada serabut otot jantung untuk meningkatkan kekuatan setiap kontraksi tanpa bergantung panjang serabut otot. Hal ini akan menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga volume dan peregangan ruang ventrikel berkurang. saat ini digitalis lebih jarang digunakan untuk mengatasi gagal jantung dibanding masa sebelumnya...
Refferensi : Buku Saku Patofisiologi, Elisabeth J. Corwin

Monday, March 5, 2012

undefined
undefined

Penyakit Corhn
Penyakit Chorn yang dikenal dengan nama enteritus regional atau kolitis granumalutosa, merupakan keadaan inflamasi pada setiap bagian traktus GI (biasanya pada colon bagian proksimal dan lebih jarang lagi pada ileum terminalis) yang membentang semua lapisan dinding intetinal. Inflamasi ini dapat pula melibatkan nodus limfaticus dan mesenterium. Penyakit Corhn paling prevalen pada dewasa usia 20 hingga 40 tahun.


Etiologi
Penyebab pasti penyakit Corhn tidak diketahui, tetapi keadaan yang dapat menimbulkan penyakit ini meliputi 
  1. Obstruksi Limfatik 
  2. Alergi
  3. Gangguan Imun
  4. Infeksi 
  5. Predisposisi genetik

Patofisiologi
Inflamasi berlangsung progressif. Nodus limfe yang membesar menghalangi aliran cairan limfe dalam submukosa. Obstruksi limfatik ini akan menimbulkan edema, ulserasi mukosa, dan fisura, abses, serta kadang – kadang granuloma. Ulserasi mukosa ini dinamakan “Skipping Lesions” (Lesi yang loncat-loncat) karena lesi tidak menyambung seperti kolitis ulseratif.
Bercak-bercak yang menonjol berbentuk oval dan terdiri atas folikel-folikel limfe yang memadat menjadi satu, terbentuk pada dinding usus halus. Bercak-bercak ini dinamakan plak peyeri. Fibrosis yang terjadi kemudian akan membuat dinding usus menebal dan menimbulkan stenosis atau penyempitan lumennya (Lihat perubahan usus pada penyakit Corhn). Membran serosa akan mengalami inflamasi (serositis), gelungan usus yang mengalami inflamasi akan saling melekat dengan gelungan lain yang sakit ataupun yang masih sehat, dan segmen-segmen usus yang sakit tersebar dan diselingi segmen-segmen usus yang sehat. Akhirnya, bagian usus yang sakit akan menebal, menyempit, dan menjadi lebih pendek.

Sign and Symptom
Nyeri bersifat kolik dan persisten pada kuadran kanan bawah ; nyeri abdomen ini disebabkan oleh inflamasi akut serta iritasi serabut saraf
Rasa kram akibat inflamasi akut 
Nyeri tekan akibat inflamasi akut 
Massa yang teraba pada kuadran kanan bawah
Penurunan berat badan yang terjadi sekunder karena diare dan malabsorpsi. 
Diare akibat malabsorpsi garam empedu, kehilangan daerah permukaan usus yang sehat, dan pertumbuhan bakteri. 
Steatore yang terjadi sekunder karena malabsorpsi lemak  
Fases berdarah yang terjadi sekunder karena perdarahan dari bagian usus yang mengalami inflamasi dan ulserasi.

Komplikasi
 Fissura Ani 
Abses perineum 
Fistula pada kandung kemih atau vagina ataupun pada kulit di daerah parut yang lama 
Obstruksi intestinal 
Defisisensi nutrien akibat gangguan pencernaa dan malabsorpsi garam empedu serta Vit. B12 
Ketidak seimbangan cairan
    Pemeriksaan penunjang 
Pemeriksaan Darah Samar untuk mengungkapkan keberadaan darah dalam jumlah renik di dalam fases 
Foto Polos usus halus memperlihatkan mukosa yang ditidak teratur, ulserasi, dan rigiditas  
Barium Enema mengungkapkan tanda String (segmen usus yang mengalami strikture dipisahkan oleh segmen yang normal) dan kemungkinan pula fisura serta penyempitan serta penyempitan usus. 
Sigmoidoskopi dan Kolonoskopi menunjukkan bercak-bercak inflamasi (yang membantu menyingkirkan kemungkinan kolitis ulseratif) dengan gambaran permukaan mukosa usus yang mirip batu kerikil (Cobble stone appearance). Jika kolon ikut terkena, kita dapat melihat ulkus.
 Biopsi mengungkapkan granuloma pada separuh dari seluruh specimen yang diperiksa. 
Tes Darah memperlihatkan peningkatan jumlah sel darah putih serta laju endap darah dan penurunan kadar kalium, kalsium, magnesium, serta nilai hematokrit.

Penanganan 
Preparat Kostikosteroid untuk mengurangi inflamasi dan selanjutnya diare, rasa nyeri, serta perdarahan
Preparat Immunosupressan untuk menekan respon terhadap antigen 
Sulfasalazin untuk mengurangi inflamasi 
Metronidasol untuk mengatasi komplikasi perianal 
Obat-obat antidiare untuk mengatasi diare (jangan dilakukan pada pasien dengan obstruksi usus yang signifikan) 
Preparat analgetik narkotik untuk mengendalikan rasa nyeri dan diare 
Reduksi/Penurunan stress dan aktifitas fisik unruk mengistirahatkan usus dan memberi kesempatan sembuh  
Suplemen vitamin untuk menggantikan dan mengimbangi ketidakmampuan usu menyerap vitamin Perubahan diet (hindari sayuran, buah, makanan berserat tinggi, produk susu, makanan pedas, serta berlemak, makanan yang dapat mengiritasi mukosa usus, minuman soda serta kafein, dan makanan atau cairan lain yang menstimulasi aktivitas usus secara berlebihan) untuk mengurangi aktivitas usus sementara pemberian nutrisi yang adekuat tetap dipertahankan  
Pembedahan jika diperlukan untuk memperbaiki perforasi usus dan mengoreksi perdarahan yang massif, fistula ataupun obstruksi, intestinal aku; kolektomi disertai ileostomi pada pasien dengan penyakit yang luas pada usus besar dan rektum.

Pertimbangan Khusus
Meskipun penangan penyakit Corhn terutama didasarkan pada gejala, namun kita harus memantau keadaan pasien dengan cermat untuk mendeteksi tanda-tanda yang menunjukkan perburukan kondisi pasien.
·        Catat asupan serta haluaran cairan (meliputi pula jumlah fases) dan timbang berat badan pasien setiap hari. Awasi kemungkinan dehidrasi dan pertahankan keseimbangan cairan cairan serta elektrolit. Waspadai kemungkinan tanda-tanda perdarahan intestinal (fese yang berdarah); lakukan tes darah samar dengan memeriksa feses pasien setiap hari. 
       Jika pasien mendapatkan preparat steroid, awasi kemungkinan efek samping yang merugikan, seperti perdarahan GI. Ingat, preparat steroid dapat menyamarkan tanda-tanda infeksi.
·        Lakukan pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit secara teratur. Berikan suplemen besi dan transfusi darah sesuai instruksi dokter.
undefined
undefined

Definisi : Suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, pharinx, laring, dan saluran nafas.

Epidemiologi :
Gastroesophageal Refluks Disease, ditemukan pada populasi di negara – negara Barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di negara – negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn dan/ atau regurgitasi) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi esophagitis di Amerika serikat mendekati 7 %, sedangkan di negara-negara non-western prevalensinya lebih rendah (1,5 % China, dan 2,7 % Korea).
Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esophagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia (Syafruddin 1998).
Etiologi :
·         Sphinter esophagus yang lemah
·         Peningkatan tekanan intrabdomen, seperti pada kehamilan atau obesitas
·         Hernia hiatus
·   Obat-obatan seperti morfin, diazepam, penyekat saluran kalsium, meperidin, dan obat-obat anti kolinergik
·     Makanan, alkohol, atau rokok yang menurunkan tekanan sphinter esophagus bagian bawah
·         Intubasi nasogastrik yang lebih dari empat hari
Patogenesis
Ada 4 faktor yang memegang peranan penting untuk terjadinya GERD dan Esophagitis Refluks
1.       Rintangan anti-refluks (Anti- Reflux Barrier)
Dewasa ini LES (low esophageal Sphinter) terbukti memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya refluks. Tekanan LES yang lebih kecil dari 6 mmHg (LES Hipotonik) hampir selalu disertai refluks yang cuklup berarti. Namun harus diingat bahwa refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang normal. Ini yang dinamakan “Inapproriate”, atau “Transient Sphinter Relaxation”, yaitu pengendoran sfinter yang terjadi di luarproses menelan.
Faktor hormonal (Cholecystokinin, secretin) dapat menurunkan tekanan LES seperti yang terjadi setelah makan hidangan berlemak. Pada kehamilan dan pada penderita yang menggunakan pil KB yang mengandung progesteron/estrogen, tekanan LES juga dapat turun. Begitu pula cokelat dan beberapa jenis obat yang mempengaruhi tekanan LES dan secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya GERD.

2.       Isi lambung dan pengosongannya.
GERD lebih sering terjadi sewaktu habis makan daripada keadaan puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang lamban akan menambah kemungkinan refluks terjadi.

3.       Daya perusak bahan refluks
Asam pepsin dan asam empedu/lyosoletin yang ada dalam bahan refluks mempunyai daya perusak terhadap mukosa esophagus

4.       Proses membersihkan esophagus (Esophageal Clearing)
Bahan refluks dialirkan kembali ke lambung oleh karena kontraksi peristaltik esophagus dan pengaruh gaya gravitasi. Proses membersihkan esophagus dari asam (esophageal acid clearance) ini sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltik esophagus primer yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esophagus, kemudian saliva yang dibentuk sebanyak 0,5 ml/menit menetralkan asam yang masih tersisa.
Manifestasi Klinik

·       Rasa nyeri seperti terbakar di daerah epigastrium, yang bisa menjalar ke lengan & dada, rasa nyeri itu terjadi karena aliran balik atau refluks isi lambung ke dalam esopagus.
·    Rasa nyeri yang biasanya terjadi sesudah makan atau pada waktu berbaring. Rasa nyeri ini terjadi sekunder karena peningkatan tekanan abdomen yang menyebabkan refluks
·   Rasa ada penumpukan cairan dalam tenggorokan yang tidak disertai rasa asam atau pahit akibat hipersekresi saliva.
Perangkat Diagnostik
1.       Radiologi
Pada pemeriksaan ini diberikan kontras media barium. Bila ditemukan refluks barium dari lambung kembali ke esophagus maka dapat dinyatakan adanya GERD. Secara radiologi dapat dilihat  kelainan striktura esophagus, karsinoma esophagus.
2.       Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi untuk menentukan ada tidaknya kelainan di esophagus, misalnya esophagitis, tukak esophagus, akhalasia, striktura, tumor esophagus, varises di esophagus dll
3.       Tes Provokatif
a.   Tes perfusi asam dari Barnstein untuk evaluasi kepekaan mukosa terhadap asam. Digunakn HCl 0,1 bila setelah ditetesi penderita mengalami nyeri seperti biasa dialami maka tes ini dikatakan positif. Kepekaan tes ini 80-90%
b.      Tes Farmakologik
Dengan menggunakan obat Edrophonium yang disuntikkan IV dengan dosis 80 Hgv/kgBB untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dengan manometri.

Pengukuran pH dari esophagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya GERD, pH di bawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap sebagai diagnostik untuk GERD.
Gold Standar :
Cara lain untuk memastikan GERD adalah dengan cara menggunakan alat yang mencatat secara terus-menerus selama 24 jam pH intara-esophagus dan tekanan manometri esophagus. Selama rekaman penderita dapat memberikan tanda serangan nyeri dada yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH esophagus/gangguan motorik esophagus.

Terapi
Ada 3 macam pengobatan /pengelolaan penderita dengan RGE, yaitu :
-          Konservatif
-          Terapi medika mentosa
-          Terapi pembedahan
Tujuan pengobatan/pengelolaan tersebut di atas adalah untuk mengurangi/menghilangkan terjadinya refluks, menetralisisr bahan refluks, memperbaiki tekanan SED dan mempercepat pembersihan esofagus.
1.         Pengelolaan konservatif
Pengelolaan konservatif ini lebih dititik beratkan memperbaiki perilaku penderita, di antaranya :
-            Setelah makan jangan cepat berbaring
-            Hindari mengangkat barang berat
-            Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang
-            Penderita yang gemuk perlu diturunkan berat badannya
-            Biasakan tidur dengan lambung terisi penuh
-            Tempat tidur di bagian kepala ditinggikan
-            Sebelum tidur jangan makan terlalu kenyang
-            Hindari makanan berlemak
-   Kurangi atau hentikan minum kopi, alkohol, coklat, dan makanan yang banyak mengandung rempah-rempah
-            Jangan merokok
-            Jangan menggunakan obat yang menurunkan tekanan di SED.
Sebagian besar penderita dengan keluhan RGE tanpa adanya kelainan di esofagus akan membaik dengan  mengubah cara hidup sebagaimana tercantum di atas.
2.         Terapi medikamentosa 
Untuk mengobati penderita dengan keluhan RGE perlu diperhatikan beberap faktor patogenik di antaranya :
a.       Meningkatkan penghalang (barier) anti-refluks
-    Mengatur diit (hindari makanan berlemak, pantang kopi, alkohol, cokelat, makanan yang banyak rempah)
-       Berhenti merokok
-       Obat Prokinetik (betanichol, metaclopramis, domperidon, cisapride)
-       Antasida
-       Asam alginik
b.      Meningkatkan pengosongan/pembersihan (Clearance) esophagus
          -        Meninggikan posisi kepala waktu tidur
          -        Betanechol
          -        Cisapride
c.       Meningkatkan pengosongan lambung
- Obat prokinetik (Betanechol, metoclopramid, domperidon, cisapride)

d.      Mengurangi asam lambung
- Antasida
- Histamin H2 antagonist
- Omeprazol

Berdasarkan beberapa faktor patogenesis, maka dapat dikelompokkan obat tersebut di atas dalam  :
- Obat Prokinetik
- Obat anti-sekretorik
- Antasida
- Obat Sitoprotektif
Komplikasi
·         Esophagitis Refluks
·         Striktur Esophagus
·         Ulserasi esophagus
·         Peny. Paru kronis akibat aspirasi isi lambung ke dalam tenggorokan
               

Refferensi
·         Buku Ajar Patofisologi (Kowalak-Welsh-Mayer, edisi Cetakan 2011)
·         Gastroenterologi (Sujono Hadi, cetakan 2002)
·         MedicineNet
·          
undefined
undefined


Refferensi          : Buku Ajar Patofisiologi, Kowalak dkk 2011
Definisi
                Merupakan keadaan inflamasi pada hati yang biasanya terjadi karena pajanan zat kimia atau obat tertentu. Sebagian besar pasien akan sembuh dari keadaan sakit ini meskipun sebagian kecil dapat mengalami hepatitis fulminan atau sirosis

Etiologi
·                      - Zat kimia yang hepatotoksik
·                      - Obat yang hepatotoksik
Patofisiologi
Berbagai hepatotoksin seperti karbon tetraklorida, asetaminofen, trikloroetin, cendawan beracun, dan vinil klorida dapat menyebabkan hepatitis. Sesudah terpajan preparat di atas, akan terjadi nekrosis seluler hepatik, pembentukan parut, hiperplasia sel kupfer, dan infiltrasi fagosit mononuklear dengan berbagai intensitas pada jaringan hati. Alkohol, keadaan anoksia, dan penyakit hati yang sudah ada sebelumnya akan memperberat efek beberapa jenis hepatotoksin tersebut.
Hepatitis yang didinduksi oleh obat (idiosinkratik) dapat muncul sebagai reaksi hipersensitivitas yang unik pada setiap pasien, dan keadaan ini berbeda dengan hepatitis toksik yang bisa mengenai semua pasien yang terkena tanpa perbedaan. Diantara sejumlah penyebab hepatitis idiosinkratik ini terdapat niasin, halotan, obat-obat gol. Sulfonamid, isoniazid, asetaminofen, metildopa, dan fentoniazin (hepatitis yang ditimbulkan oleh kolestatis). Gejala disfungsi hepatik dapat timbul setiap saat selama atau sesudah pasien terpajan obat-obat ini, tetapi manifestasi klinisnya baru terjadi dua hingga lima minggu sesudah terapi.

Sign N Symptom
·        - Anoreksia, mual, muntah    : akibat efek sistemik inflamasi hati
·        - Ikterus                     :akibat penurunan metabolisme bilirubin yang menimbulkan hiperbilirubinemia
·       -  Urine berwarna gelap    : kenaikan kadar urobilinogen
·        - Hepatomegali             : akibat inflamasi
·        - Nyeri abdomen kuadran kanan atas akibat inflamasi
·    - Feses pucat : terjadi sekunder karena penurunan sekresi getah empedu dalam traktus GI akibat nekrosis hati
·         -Pruritus    : karena ikterus dan hiperbilinemia

Komplikasi

·         Sirosis Hepatis
·         Gagal Hati

Diagnosis

·         Enzim Hati, sperti kadar SGPT/AST dan SGOT/ALT
·        Kadar bilirubin total dan indirek meninggi
·        Kadar alkali fosfatase meninggi
·        Jumlah sel darah putih dan eosinofil bertambah
·     Hasil biopsi hati menunjukkan kelainan patologis yang mendasari, khususnya infiltrasi oleh sel-sel darah putih dan eosinofil

Penatalaksanakan

·         Lavase, oabat pencahar atau hiperventilasi menurut jalur pajanan untuk menghilangkan agens penyebab
·         Aselsistein sebagai antidotum untuk keracunan asetaminofen
·         Kortikosteroid untuk meredakan keluhan dan gejala hepatitis non-virus yang diinduksi oleh pemakaian obat.

Pencegahan

·         Edukasi kepada pasien menggunakan obat dan menangani bahan pembersih dengan benar.

Sunday, March 4, 2012

undefined
undefined

PEER AND SELF ASSESSMENT

Disusun Oleh
                 Nama             : Fitriah Ubaedha
                 NIM               : 10542 0087 09
                 Dosen             : dr. Irwin Aras

MANAJEMEN PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012





PEER AND SELF ASSESSMENT
A. Deskripsi
Self assessment dan peer assessment merupakan cara penilaian hasil belajar yang berpusat pada pelajar. Metode penilaian  ini dapat diterapkan untuk menilai kemampuan kognitif maupun  kemampuan non kognitif  pelajar apabila dilihat dari kemampuan  yang ingin diuji dan dapat sebagai alat penilaian formatif dan sumatif apabila dilihat dari tujuan penilaian.
Self assessment  menurut Boud (1991) adalah keterlibatan pelajar dalam mengidentifikasi kriteria atau standar untuk diterapkan dalam belajar dan membuat keputusan mengenai pencapaian kriteria dan standar tesebut. Dengan kata lain Self  assessment adalah sebuah proses dimana pelajar memiliki tanggung jawab untuk menilai hasil belajarnya sendiri. Sedangkan peer assessment adalah sebuah proses di mana seorang pelajar menilai hasil belajar teman atau pelajar lainnya yang berada se-level. Maksud dari se-level adalah jika dua orang atau lebih berada dalam level kelas yang sama atau subjek pelajaran yang sama. Self dan peer assessment dapat digunakan untuk menilai kemampuan klinik yang meliputi dimensi kognitif (clinical management) dan dimensi humanistic ( psychological).
Self assessment dapat digunakan untuk membantu pelajar dalam mengembangkan kemampuan menilai dan mengkritisi proses dan hasil belajarnya (penilaian formatif), membantu pelajar menentukan kriteria untuk menilai hasil belajarnya, dan sebagai syarat yang diperlukan dalam sebuah proses pembelajaran untuk memutuskan kelulusan (sumatif assessment). Peer assessment dapat digunakan untuk membantu pelajar dalam mengembangkan kemampuan bekerjasama, mengkritisi proses dan hasil belajar orang lain (penilaian formatif), menerima feedback atau kritik dari orang lain, memberikan pengertian yang mendalam kepada para siswa tentang kriteria yang digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar dan untuk penilaian sumatif. Brown, Rust and Gibbs (1994), Zariski (1996), Race (1998) menjelaskan keuntungan dari  self dan peer assessment yaitu, mendorong pelajar untuk  memiliki rasa tanggung jawab terhadap proses belajarnya sehingga pelajar dapat mandiri, melatih evaluation skill yang berguna untuk life long learning dan mendorong deep learning.
Penerapan self assesment  & peer assesment sebagai  penilaian formatif. Bhola (1990) mendefinisikan penilaian formatif adalah sebuah metode untuk menilai sebuah program yang masih berjalan dan fokus kepada proses. Penggunaan peer assessment untuk formatif bertujuan untuk memberikan feedback yang berasal dari peer. Banyak bukti penelitian menunjukkan bahwa peer assessment mendukung pelajar untuk memberikan feedback kepada pelajar lain dan juga belajar menerima feedback dari pelajar lain.
B. Tahapan Menjalankan
ada empat langkah dalam perencanaan dan penerapan  self dan peer assessment agar efektif yaitu :
·         Penyampaian maksud dan tujuan peer assessment kepada semua partisipan yang terlibat, baik mahasiswa yang akan dinilai maupun mahasiswa yang menjadi penilai. Oleh karena bentuk penilaian ini masih baru, maka peer assessment ini diterapkan secara bertahap, dengan menggunakan anonym, diterapkan pada low stake setting seperti untuk penilaian formative dan buatlah sistem penilaian ini semudah dan sesederhana mungkin. Hal yang sama juga dilakukan untuk self assessment.
·         Kriteria penilaian harus dikembangkan dan disampaikan kepada partisipan. Kriteria ini meliputi berapa banyak partisipan yang terlibat, karakteristik partisipan, komponen kompotensi apakah yang akan dinilai, kapan penilaian akan dilaksanakan, dan juga metode pengambilan data (checklist, rating form, scoring key). Penggunaan criterion standart sangat sesuai sehingga kriteria standar penilaian jelas dan mudah dipahami.
·         Pelatihan perlu dilakukan untuk semua partisipan. Pelatihan yang intensif perlu dilakukan untuk para mahasiswa yang pertama kali menghadapi sitem penilaian ini dan apabila para mahasiswa telah melewati beberapa kali sistem penilaian ini maka pelatihan tidak perlu intensif. Pelatihan ini mencakup pelatihan mengenai penentuan kriteria penilaian (criterion reference test) dan pelatihan cara memberikan feedback yang efektif.4.     
·         Hasil penilaian  perlu dimonitor, apakah hasil penilaian dari self, peer dan instruktur sudah memiliki kesamaan. Hal ini perlu untuk mengidentifikasi hal-hal yang dapat menyebabkan perbedaan hasil penilaian oleh self, peer dan instruktur sehingga nantinya dapat diperbaiki atau dihindari. Metode diskusi dapat dilakukan untuk mencari penyebab perbedaan hasil penilaian oleh self, peer dan instruktur.
Pelaksanaan Peer and Self Assessment      
Proses peer assessment  yaitu dimulai dengan mendiskusikan item dan kriteria penilaian oleh dosen dan para mahasiswa. Kemudian masing-masing mahasiswa menilai teman mereka yang telah ditunjuk dan juga memberikan feedback. Hasil penilaian ini biasanya dicocokkan dengan hasil penilaian dosen. Apabila selisih nilai penilaian peer kurang dari 10 % maka penilaian ini dapat diterima. Sedangkan proses self assessment yaitu dimulai dengan menetapkan  item dan kriteria yang akan dinilai. Kemudian mahasiswa menilai secara sendiri. Kemudian dosen memberikan feedback terhadap penilaian mahasiswa tersebut. 7 Penerapan self assesment  & peer assesment sebagai  penilaian formatif Bhola (1990) mendefinisikan penilaian formatif adalah sebuah metode untuk menilai sebuah program yang masih berjalan dan fokus kepada proses. Penggunaan peer assessment untuk formatif bertujuan untuk memberikan feedback yang berasal dari peer.  

ANALISIS
A. Validitas
Peer and self assessment mempunyai validitas yang baik apabila dilaksanakan sesuai dengan metode dan standar assessment yang telah ditetapkan. Misalnya pada instrument penilaian Checklist, Rating Form, dll assesor (dosen ataupun teman sendiri ) menilai peserta uji dengan memperhatikan item yang akan dinilai beserta standar untuk akumulasi hasil dari penilaian.

B. Realibilitas
Peer and self assessment mempunyai realibilitas yang kurang. Hal tersebut disebabkan oleh faktor, yaitu kesenjangan sosial antara assesor-peserta dan dari pribadi peserta uji. Kesenjangan sosial yang dimaksud apabila peer atau teman peserta uji mempunyai masalah pribadi terhadap peserta uji biasanya akan berdampak pada penilaian yang diberikan pada teman yang diujikan. Lain halnya dengan faktor pribadi peserta uji, bila penilaian yang dilakukan pada satu keterampilan secara berulang kali maka biasanya akan berdampak pada daya ingat peserta uji yang memberikan hasil penilaian yang berbeda antara hasil penilaian yang pertama dan terakhir.

C. Kepraktisan
Perencanaan & Penyusunan : Peer dan Self Assessment dalam hal perencanaan dan penyusunan tidak begitu praktis karena membutuhkan waktu yang lebih dan pemikiran yang begitu kompleks oleh dosen mengenai Intrumen Penilaian yang akan dinilai begitu pula dengan penetapan standar penilaian untuk setiap instrument penilaian.
Pelaksanaan : proses pelaksanaan untuk peer dan self assessment sangat begitu praktis karena assesor hanya melihat item yang akan dinilai beserta standar penilaian untuk menetapkan hasil tanpa memikirkan How to do it.

D. Dampak Pembelajaran
Peer Assessment :
·         Peserta didik akan lebih terarah mengenai cara penilaian yang baik dan benar kepada orang lain atau teman sendiri.
·         Mengajarkan kepada peserta didik untuk memberikan feedback kepada teman sendiri terhadap apa yang telah dikerjakan
·         Mengajarkan peserta didik bagaimana cara menerima feedback
·         Peserta didik mengetahui kesalahan yang telah dilakukan dalam hal pembelajaran
Self Assessment :
·         Mengajarkan peserta didik untuk selalu introspeksi diri
·       Peserta didik dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan
·    Serta mampu mengajarkan peserta didik untuk belajar dari kesalahan dan meningkatkan apa yang telah menjadi kelebihan dari diri sendiri.