Definisi : Suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks
kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat
keterlibatan esophagus, pharinx, laring, dan saluran nafas.
Epidemiologi :
Gastroesophageal Refluks Disease, ditemukan pada
populasi di negara – negara Barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya
di negara – negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima
orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn
dan/ atau regurgitasi) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami
gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi esophagitis di Amerika serikat
mendekati 7 %, sedangkan di negara-negara non-western
prevalensinya lebih rendah (1,5 % China, dan 2,7 % Korea).
Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai
penyakit ini, namun Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esophagitis
sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas
indikasi dispepsia (Syafruddin 1998).
Etiologi :
·
Sphinter esophagus yang lemah
·
Peningkatan tekanan intrabdomen, seperti pada
kehamilan atau obesitas
·
Hernia hiatus
· Obat-obatan seperti morfin, diazepam, penyekat
saluran kalsium, meperidin, dan obat-obat anti kolinergik
· Makanan, alkohol, atau rokok yang menurunkan
tekanan sphinter esophagus bagian bawah
·
Intubasi nasogastrik yang lebih dari empat hari
Patogenesis
Ada 4 faktor yang memegang peranan penting untuk terjadinya
GERD dan Esophagitis Refluks
1.
Rintangan
anti-refluks (Anti- Reflux Barrier)
Dewasa ini LES (low esophageal
Sphinter) terbukti memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya refluks.
Tekanan LES yang lebih kecil dari 6 mmHg (LES Hipotonik) hampir selalu disertai
refluks yang cuklup berarti. Namun harus diingat bahwa refluks bisa saja
terjadi pada tekanan LES yang normal. Ini yang dinamakan “Inapproriate”, atau
“Transient Sphinter Relaxation”, yaitu pengendoran sfinter yang terjadi di
luarproses menelan.
Faktor hormonal (Cholecystokinin,
secretin) dapat menurunkan tekanan LES seperti yang terjadi setelah makan
hidangan berlemak. Pada kehamilan dan pada penderita yang menggunakan pil KB
yang mengandung progesteron/estrogen, tekanan LES juga dapat turun. Begitu pula
cokelat dan beberapa jenis obat yang mempengaruhi tekanan LES dan secara tidak
langsung mempengaruhi terjadinya GERD.
2.
Isi
lambung dan pengosongannya.
GERD lebih sering terjadi sewaktu
habis makan daripada keadaan puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor
penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi lambung lebih sering terjadi
refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang lamban akan menambah kemungkinan
refluks terjadi.
3.
Daya
perusak bahan refluks
Asam pepsin dan asam
empedu/lyosoletin yang ada dalam bahan refluks mempunyai daya perusak terhadap
mukosa esophagus
4.
Proses
membersihkan esophagus (Esophageal Clearing)
Bahan refluks dialirkan kembali ke lambung
oleh karena kontraksi peristaltik esophagus dan pengaruh gaya gravitasi. Proses
membersihkan esophagus dari asam (esophageal acid clearance) ini sesungguhnya
berlangsung dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltik esophagus primer yang timbul
pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esophagus, kemudian saliva
yang dibentuk sebanyak 0,5 ml/menit menetralkan asam yang masih tersisa.
Manifestasi Klinik
· Rasa nyeri seperti terbakar di daerah
epigastrium, yang bisa menjalar ke lengan & dada, rasa nyeri itu terjadi
karena aliran balik atau refluks isi lambung ke dalam esopagus.
· Rasa nyeri yang biasanya terjadi sesudah makan
atau pada waktu berbaring. Rasa nyeri ini terjadi sekunder karena peningkatan
tekanan abdomen yang menyebabkan refluks
· Rasa ada penumpukan cairan dalam tenggorokan
yang tidak disertai rasa asam atau pahit akibat hipersekresi saliva.
Perangkat Diagnostik
1.
Radiologi
Pada pemeriksaan ini diberikan
kontras media barium. Bila ditemukan refluks barium dari lambung kembali ke
esophagus maka dapat dinyatakan adanya GERD. Secara radiologi dapat
dilihat kelainan striktura esophagus,
karsinoma esophagus.
2.
Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi untuk
menentukan ada tidaknya kelainan di esophagus, misalnya esophagitis, tukak
esophagus, akhalasia, striktura, tumor esophagus, varises di esophagus dll
3.
Tes Provokatif
a. Tes perfusi asam dari Barnstein untuk evaluasi
kepekaan mukosa terhadap asam. Digunakn HCl 0,1 bila setelah ditetesi penderita
mengalami nyeri seperti biasa dialami maka tes ini dikatakan positif. Kepekaan
tes ini 80-90%
b.
Tes Farmakologik
Dengan menggunakan obat Edrophonium yang disuntikkan IV
dengan dosis 80 Hgv/kgBB untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang
dapat dilihat dengan manometri.
Pengukuran pH dari esophagus bagian
bawah dapat memastikan ada tidaknya GERD, pH di bawah 4 pada jarak 5 cm di atas
LES dianggap sebagai diagnostik untuk GERD.
Gold
Standar :
Cara lain untuk memastikan GERD
adalah dengan cara menggunakan alat yang mencatat secara terus-menerus selama
24 jam pH intara-esophagus dan tekanan manometri esophagus. Selama rekaman
penderita dapat memberikan tanda serangan nyeri dada yang dialaminya, sehingga
dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH esophagus/gangguan motorik esophagus.
Terapi
Ada 3 macam pengobatan /pengelolaan penderita dengan RGE,
yaitu :
-
Konservatif
-
Terapi medika mentosa
-
Terapi pembedahan
Tujuan pengobatan/pengelolaan tersebut di atas adalah untuk
mengurangi/menghilangkan terjadinya refluks, menetralisisr bahan refluks,
memperbaiki tekanan SED dan mempercepat pembersihan esofagus.
1.
Pengelolaan konservatif
Pengelolaan konservatif ini lebih
dititik beratkan memperbaiki perilaku penderita, di antaranya :
-
Setelah makan jangan cepat berbaring
-
Hindari mengangkat barang berat
-
Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah
pinggang
-
Penderita yang gemuk perlu diturunkan berat
badannya
-
Biasakan tidur dengan lambung terisi penuh
-
Tempat tidur di bagian kepala ditinggikan
-
Sebelum tidur jangan makan terlalu kenyang
-
Hindari makanan berlemak
- Kurangi atau hentikan minum kopi, alkohol,
coklat, dan makanan yang banyak mengandung rempah-rempah
-
Jangan merokok
-
Jangan menggunakan obat yang menurunkan tekanan
di SED.
Sebagian besar penderita dengan keluhan
RGE tanpa adanya kelainan di esofagus akan membaik dengan mengubah cara hidup sebagaimana tercantum di
atas.
2.
Terapi medikamentosa
Untuk mengobati penderita dengan keluhan
RGE perlu diperhatikan beberap faktor patogenik di antaranya :
a.
Meningkatkan penghalang (barier) anti-refluks
- Mengatur diit (hindari makanan berlemak, pantang
kopi, alkohol, cokelat, makanan yang banyak rempah)
-
Berhenti merokok
-
Obat Prokinetik (betanichol, metaclopramis,
domperidon, cisapride)
-
Antasida
-
Asam alginik
b.
Meningkatkan pengosongan/pembersihan (Clearance)
esophagus
-
Meninggikan posisi kepala waktu tidur
-
Betanechol
-
Cisapride
c.
Meningkatkan pengosongan lambung
- Obat prokinetik (Betanechol, metoclopramid, domperidon,
cisapride)
d.
Mengurangi asam lambung
- Antasida
- Histamin H2 antagonist
- Omeprazol
Berdasarkan beberapa faktor patogenesis, maka dapat
dikelompokkan obat tersebut di atas dalam :
- Obat Prokinetik
- Obat anti-sekretorik
- Antasida
- Obat Sitoprotektif
Komplikasi
·
Esophagitis Refluks
·
Striktur Esophagus
·
Ulserasi esophagus
·
Peny. Paru kronis akibat aspirasi isi lambung ke
dalam tenggorokan
Refferensi
·
Buku Ajar Patofisologi (Kowalak-Welsh-Mayer,
edisi Cetakan 2011)
·
Gastroenterologi (Sujono Hadi, cetakan 2002)
·
MedicineNet
·